Cerdas-yes!!- Florence Nightingale adalah salah satu nama yang tak terhindarkan ketika berbicara tentang sejarah keperawatan. Ia dikenal sebagai pionir dalam pengembangan profesi keperawatan modern dan sering disebut sebagai "Pelopor Perawat Modern." Inilah beberapa hal yang membuat Florence Nightingale menjadi pionir yang luar biasa dalam dunia keperawatan.
"Ilustrasi:Banner Konsep Dasar Keperawatan" |
Sejarah Keperawatan
Sejarah keperawatan dunia
mengenal Florence Nightingale sebagai pionir keperawatan modern yang muncul di
tengah gejolak perang dunia. Namun, dalam konteks sejarah Islam, terdapat
seorang pionir keperawatan yang hadir pada abad ke-8, jauh sebelum Florence
Nightingale. Pionir tersebut adalah Rufaida Al-Asalmiya, seorang perawat
profesional yang hidup pada masa Rasulullah SAW. Pada abad ke-8, dunia Islam
telah dikenal karena memiliki banyak individu berpengetahuan, dengan keahlian
di berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, filsafat, kedokteran, matematika,
arsitektur, dan ilmu agama.
Rufaida, lahir di Kota Yasrib,
adalah seorang wanita Ansor yang menerima Islam di Madinah dan secara antusias
menyambut kedatangan Rasulullah SAW ke kota tersebut. Ayahnya, Saad Al-Aslamy,
adalah seorang dokter, dan melalui ayahnya, Rufaida memulai perjalanan ilmu
kedokteran dan bekerja sebagai asisten yang membantu ayahnya. Sosok Rufaida
digambarkan sebagai perempuan lembut, berjiwa kepemimpinan, penuh empati
terhadap kondisi orang lain, mampu berkolaborasi, dan memiliki kemampuan
memengaruhi orang lain ke arah yang lebih baik. Selain itu, Rufaida aktif
terlibat dalam kegiatan sosial, membantu masyarakat yang membutuhkan sebagai
seorang perawat.
Dengan izin dari Rasulullah SAW, Rufaida
diberi tanggung jawab untuk mendidik wanita Muslim agar memiliki pengetahuan
dalam bidang keperawatan. Ini sesuai dengan misi Rasulullah SAW untuk
meningkatkan pendidikan wanita Muslim. Pada periode ini, sekolah keperawatan
pertama untuk wanita pun didirikan. Rufaida terus mengembangkan dirinya sebagai
seorang perawat bersama dengan wanita Muslim lainnya di Madinah.
Ketika perang seperti Badar,
Uhud, Khandag, Khibar, dan lainnya meletus, Rufaida beserta perawat wanita
Muslim lainnya turut serta dalam mempersiapkan peralatan dan penyediaan makanan
bagi tentara Muslim. Peran mereka tidak hanya sebatas perawatan medis, tetapi
juga mencakup dukungan sosial. Rufaida juga mempromosikan tindakan pencegahan
dan memberikan pendidikan kepada anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik dan
mental.
Namun, seiring berjalannya waktu,
kontribusi Rufaida sebagai pionir keperawatan hampir terlupakan, terkubur oleh
popularitas Florence Nightingale, perawat modern yang muncul belakangan.
Meskipun begitu, penting untuk mengenang peran Rufaida dalam sejarah
keperawatan, terutama dalam konteks budaya Islam, yang memberikan kontribusi
berharga dalam perkembangan keperawatan dan pendidikan perempuan. Rufaida
Al-Asalmiya adalah salah satu perempuan yang membuktikan bahwa profesi
keperawatan adalah panggilan mulia yang dapat membawa perubahan positif dalam
masyarakat.
Florence Nightingale yang dikenal
sebagai ibu dari keperawatan modern. Florence Nightingale lahir dari keluarga
kaya di Inggris. Florence Nightingale lahir di Italia. Orang tuanya mendidik
Nightingale dengan pengetahuan bahasa Latin, Yunani, Jerman, Prancis, Italia,
matematika, ilmu pengetahuan alam, sastra kuno, sastra modern (Nutting &
Dock, 1907). Beranjak dewasa Nightingale membuat keputusan besar untuk dirinya
dan keluarga. Nightingale memutuskan untuk menolak beberapa lamaran pernikahan
yang datang padanya, dan memberitahukan kepada orang tuanya jika dirinya ingin
mengabdikan hidupnya sebagai relawan kemanusiaan. Nightingale juga menyatakan
ketertarikan dirinya untuk merawat orang sakit, yang membuat keluarganya
terkejut, karena pekerjaan merawat orang yang sakit saat itu dirasa bukan
sebuah pekerjaan yang layak, apalagi untuk wanita yang berasal dari keluarga
yang kaya raya (Pavey, 1953)
Florence Nightingale berkeinginan menjadikan perawat sebagai kelompok perempuan terdidik, meskipun pemerintah saat itu tidak mendukung karena kurangnya sekolah bagi perempuan. Karena itulah, Nightingale bertekad mendirikan sekolah keperawatan di Rumah Sakit St. Thomas di London. Inilah awal dari perawatan modern. Nightingale adalah pelopor perawatan praktik, perawatan pendidik, dan panduannya menjadi dasar pengembangan sekolah keperawatan dan rumah sakit pada awal abad ke-20 (Alligood, 2014). Di bawah bimbingan Nightingale, perawatan berkembang pesat selama lebih dari satu dekade, mendorong perkembangan teori keperawatan selama lebih dari enam dekade dan memajukan ilmu keperawatan. Pada pertengahan abad ke-19, Nightingale fokus pada perawatan yang unik dan mendefinisikan ilmu keperawatan sebagai bagian dari ilmu medis. Ia menjelaskan bahwa perawat memiliki peran penting dalam membantu pasien mencapai kesehatan alami. Pada tahun 1950, sebelum era profesionalisme perawat dimulai, Nightingale mengadakan forum serius untuk merancang dasar ilmu keperawatan yang dapat membimbing praktik. Hasilnya, praktik keperawatan didasarkan pada prinsip dan tradisi yang berakar pada pengalaman merawat pasien di rumah sakit (Alligood, 2014).
Pada tahun 1980, teori keperawatan mengalami perkembangan pesat yang menandai transisi dari periode pre-paradigma ke paradigma. Tahun ini juga melahirkan konsep paradigma baru dalam teori keperawatan, yang mengklasifikasikan model keperawatan sebagai bagian dari metaparadigma yang terdiri dari manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan secara sistematis. Ilmu keperawatan terus berkembang sejalan dengan perluasan jenjang pendidikan keperawatan, yang berdampak positif pada penggunaan teori keperawatan dalam penelitian, panduan praktik keperawatan, dan pengembangan kurikulum. Era teori keperawatan telah mengembalikan keseimbangan antara penelitian dan praktik dalam bidang keperawatan, dan dampaknya masih terasa hingga saat ini. Teori-teori baru dan metode-metode baru, terutama dalam pendekatan kualitatif, terus berkembang untuk meningkatkan kualitas ilmu keperawatan (Alligood, 2014).
Sejarah keperawatan di Indonesia terkait erat dengan perjalanan bangsa ini. Dimulai sejak zaman VOC pada tahun 1602-1799, rumah sakit pertama didirikan di Batavia (Jakarta) dengan nama Binnen Hospital. Rumah sakit ini mengandalkan tenaga perawat dari Indonesia yang terjajah saat itu. Warisan rumah sakit dan perawat dari VOC masih memengaruhi sistem kesehatan selama penjajahan Belanda pertama pada tahun 1799-1811. Kemudian, selama penjajahan Inggris (1811-1816), fasilitas kesehatan berkembang dengan diperkenalkannya vaksinasi cacar, perawatan tawanan, dan perawatan kesehatan jiwa. Namun, setelah penjajahan Inggris berakhir, Indonesia kembali dikuasai oleh Belanda pada tahun 1816-1942. Pada tahun 1819, Prof. Dr. Reinwardt mendirikan rumah sakit bernama Stadverband di Glodok, yang kemudian pindah ke Salemba dan berganti nama menjadi Central Burgerlijke Ziekeninrichting.
Tahun 1852, bidang kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan signifikan. Dr. W. De Bosch mendirikan sekolah dokter Jawa dan pendidikan kebidanan. Pemerintah juga mendirikan rumah sakit jiwa di beberapa lokasi, seperti Bogor, Lawang, dan Magelang pada tahun 1875. Namun, selama penjajahan Jepang pada tahun 1942-1945, kesehatan masyarakat Indonesia mengalami kemunduran signifikan, dengan keterbatasan obat-obatan dan kondisi yang tidak manusiawi. Setelah kemerdekaan Indonesia, perkembangan dalam bidang kesehatan tidak terjadi dengan cepat. Pada tanggal 17 Maret 1974, Indonesia mendirikan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). PPNI menjadi wadah bagi seluruh perawat di Indonesia dan berkomitmen untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat serta mengembangkan profesi perawat (Asmadi, 2008; PPNI, 2018).
Sumber:
Lestari, l. & Ramadhaniyati, 2018. Falsafah dan Teori Keperawatan.
In: Yogyakarta: Pustaka Pelajar