Cerdas-yes!!- Demam tifoid atau yang lebih sering dikenal tipes merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thyphi. Bakteri ini biasanya ditemukan di air atau makanan yang terkontaminasi. Bakteri ini juga dapat ditularkan melalui orang yang terinfeksi ke orang yang tidak mengidap penyakit tersebut, lalu bagaimana konsep dasar dari demam tifoid, mari kita simak bersama.
Ilustrasi: Bakteri Salmonella thyphi |
A. Pengertian
Baca Juga : Asuhan Keperawatan pada Pasien Thypoid
D. Patofisiologi
Lestari Tatik dalam
E. Pathway
Widodo Djoko, dalam Safii 2012
Ilustrasi: Pohon Masalah |
- Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik
- Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis
b. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis
c. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma uremia hemolitik
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis.
e. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis
f. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia (Lestari Tatik, dalam Handu 2018)
- Pemeriksaan Darah Tepi
Dari pemeriksaan gambaran darah tepi pada pasien demam tifoid di dapat gambaran leukopenia sekitar 25% kasus, limfositosis relatif, monositosis dan trombositopenia ringan. Bila ditemukan gambaran penurunan hemoglobin pada pemeriksaan darah di minggu ke 3-4, perlu dicurigai adanya komplikasi perdarahan intra abdomen - Tes Serologis Widal
Pemeriksaan widal adalah pemeriksaan serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen O (permukaan) dan H (flagellar) salmonella. Titer antibodi yang menjadi rujukan tidak sama untuk setiap daerah endemik, umumnya titer O 1:320 dapat menjadi penunjang kuat diagnosis demam tifoid. Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dilakukan bila terjadi peningkatan titer hingga empat kali lipat dengan jeda pengambilan spesimen sekitar 5-7 hari. Pemeriksaan widal saat ini dianggap tidak tetap sebagai alat diagnostik demam tifoid karena angka negatif palsu dan positif palsu yang tinggi - Kultur Darah
Kultur darah merupakan standar utama yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dalam mendiagnosis demam tifoid. Sampel darah sebaiknya diambil pada fase bakteremia sekunder. Efikasi kultur akan meningkat dengan semakin banyaknya sampel yang diambil, Namun perlu menjadi perhatian sekitar 30% hingga 50% dari hasil kultur negatif adalah negatif palsu. Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah teknik pemeriksaan dan waktu pemeriksaan. Selain itu kelemahan dari pemeriksaan kultur adalah waktu pemeriksaan yang membutuhkan waktu yang lama (sekitar 24-48 jam) sehingga tidak dapat dilakukan penegakkan diagnosis demam tifoid dihari yang sama. - Kultur Feses
Kultur feses tidak terlalu efektif pada fase bakterimia demam tifoid. Kultur feses lebih bermanfaaat pada diagnosis demam tifoid pada minggu kedua dan ketiga, selain itu kultur feses positif pada pasien demam tifoid hanya ditemukan pada 37% kasus yang telah menerima terapi antibiotik. Derajat sensitivitas kultur feses bergantung pada jumlah sampel feses dan durasi penyakit saat sampel diambil. Namun, kultur feses sangat bermanfaat dalam mendeteksi karier kronik Salmonella typhi. - Kultur Sumsum tulang
Sensitivitas pemeriksaan kultur sumsum tulang dalam mendiagnosis demam tifoid sangat tinggi yaitu sekitar 90% dan bahkan kultur sumsum tulang positif ditemukan pada lebih dari 50% kasus demam tifoid yang telah menerima terapi antibiotik. Namun pemeriksaan ini memiliki kelemahan yaitu sangat mahal dan bersifat invasif sehingga pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan untuk menegakkan diagnosa demam tifoid. - Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) tidak dianjurkan sebagai metode pemeriksaan demam tifoid karena sensitivitasnya yang rendah dan pemeriksaan ini juga memiliki biaya yang mahal. - Rapid Diagnostic Test (RDT)
Pemeriksaan rapid diagnostic test seperti pemeriksaan TUBEX, Typhidot, Typhidot‐M, Test‐it Typhoid dan jenis pemeriksaan RDT lainnya dibuat agar mudah dipakai, lebih murah dan memberikan hasil diagnostik lebih cepat untuk menegakkan diagnosa dan pembuatan keputusan dalam skenario sehari-hari tanpa perlu hasil kultur. TUBEX memiliki rata-rata sensitivitas 78% dan spesifisitas 87%. Alat RDT lain seperti Typhidot, Typhidot‐M, dan TyphiRapid‐Tr02, memiliki rata-rata sensitivitas 84% dan spesifisitas 79%. - Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan biopsi histologi dari lesi kulit “rose spots” pada pasien demam tifoid dapat memberikan hasil positif hingga 63% walaupun sebelumnya pasien telah menerima terapi antibiotik. Pemeriksaan lain yang juga dapat dilakukan adalah pemeriksaan kultur urin yang umumnya akan ditemukan positif pada minggu ke 2-3 sakit. Pemeriksaan elektrokardiogram, ultrasonografi, enzim hati, analisis urin dan rontgen dapat dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan dan membantu penegakan diagnosa pada kondisi demam tifoid dengan komplikasi (Ramanda, n.d.)
Berdasarkan Lestari Titik dalam Handu 2018 , penatalaksanaan pada demam typhoid yaitu:
- Perawatan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan - Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b. Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari - Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid. Waktu penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika, seperti ampicilin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam typhoid di negara-negara barat, adapun obat-obatan antibiotik beserta dosisnya adalah:
a. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
b. Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian kloramfenikol, diberikan ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam3- 4 kali. Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari
c. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi dalam3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari
d. Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari
e. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 m/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena selama 5-7 hari.
f. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon
Daftar Pustaka:
Handu, k., 2018. Asuhan keperawatan pada pasien anak
dengan demam typhoid di rumah sakit samarinda medika citra, s.l.:
poltekkes.
Hendarta, d. S., 2011. Demam
tifoid. [online] available at: https://fk.uii.ac.id/demam-tifoid/#:~:text=manifestasi%20klinik%20dan%20temuan%20fisik&text=gejala%20lain%20yang%20dapat%20menyertai,hingga%20delirium%20dan%20penurunan%20kesadaran.
[accessed 20 februari 2023].
Hulu, v. T. Et al., 2020. Epidemiologi
penyakit menular : riwayar, penularan dan pencegahan. S.l.:yayasan kita
menulis.
Ramanda, r., n.d. Diagnosis
demam tifoid. [online] available at:
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/tifoid/diagnosis [accessed
20 februari 2023].
Safii, l. I., 2012. Asuhan keperawatan pada tn.s dengan demam typhoid di bangsal sofa rs pku muhammadiyah surakarta, surakarta: universitas muhammadiyah surakarta.
Saputra, r. K., majid, r. & bahar, h., 2017. Hubungan pengetahuan, sikap dan kebiasaan makan dengan gejala demam thypoid pada mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat universitas halu oleo. Jimkesmas, 02(06), pp. 01-07.